Friday, May 16, 2008

Tadabbur 1 “Jangan Berfikir Linear”

Kita sering kali terjebak dalam fikiran linear. Memandang segala sesuatu secara lurus. Sebuah permasalahan A harus diselesaikan dengan solusi A juga. Lapar harus diseleasaikan dengan makan. Ngantuk harus diselesaikan dengan tidur. Marah harus diselesaikan dengan berteriak. Seolah olah itu merupakan pilihan hidup kita. Merupakan hasil yang tak mungkin terelakkan.

“Keputusan yang saya ambil sangat tepat”

“Ini yang paling benar”

“Solusi ini yang paling relevan”

Seolah-olah kita yang paling benar.

Saya ambil sebuah sample sebuah gerakan yang selalu saja menggunakan cara-cara kekerasan dalam melenyapkan kemaksiatan, kemungkaran, kekufuran, dll. Disatu sisi saya sependapat dengan gerakan tersebut. Saya benci kemaksiatan, kemungkaran, kekufuran. Disisi lain sering kali saya merasa risih dengan cara yang mereka lakukan untuk memberangus semua itu. Apakah cara-cara kekerasan merupakan satu-satunya solusi? Yang perlu kita berantas itu bukanlah semata mata materi kemaksiatan, dsb, namun lebih dari itu adalah mental-mental mereka yang berbuat kemungkaran. Ada banyak solusi dalam menyelesaikan segala perkara.

Coba anda simak kisah dalam al-Quran dibawah ini;

“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum(yang lebih tepat): dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.” (QS. Al Anbiya’ :78-79)

Suatu ketika ada 2 orang yang bersengketa, kemudian mengadu kepada Nabi Daud (nabi dan raja zaman tersebut). Katakan yang satu namanya si A dan yang lain si B. Si A merupakan seorang penggembala kambing, sedangkan si B adalah seorang petani ladang. Si B menceritakan suatu malam kambing gembalaan si A telah merusak tanamannya. Bagaimana sang nabi memberikan solusi? Barangkali sama seperti dalam benak anda. Si A harus mengganti kerusakan yang telah diderita si B.

Keduanyapun tentunya menerima keputusan dengan lapang dada. Memang lumrahnya seperti itu. Yang merusak maka harus mengganti. Ketika hendak pulang, keduanya bertemu dengan nabi Sulaiman. Kemudian mereka menceritakan putusan dari nabi Daud. Keduanyapun dibawa oleh nabi Sulaiman kembali menghadap nabi Daud. Kemudian nabi Sulaiman menawarkan solusi yang berbeda. Nabi Sulaiman berkata; “serahkan kambing tersebut kepada sang pemilik ladang supaya dimanfaatkan olehnya, kemudian berikan ladang yang telah rusak tersebut kepada sang penggembala sehingga kembali seperti sedia kala.”

Wednesday, May 14, 2008

Selalu ada jalan untuk mencapai tujuan

Masih berusaha menguak memeori yang ada di otak ini. Sambil mengingat-ingat kejadian masa lampau yang bisa dijadikan ibrah untuk sekarang ini.

3 tahun yang lalu, ketika masih di kota Solo. Menjelang keberangkatanku ke negeri seribu menara ini. Aku banyak berkunjung ke beberapa tempat. Mengambil setiap petuah dari perjalanan hidup ini. Sungguh menarik. Menyimak petuah yang mereka sampaikan.

Pertengahan tahun 2005, tepatnya aku lupa. Aku berkunjung ke rumah seorang alim. Beliau merupakan keturunan bangsa Arab. Nampak dari wajahnya sesosok manusia yang bijaksana. Aku banyak mendapatkan petuah dalam menghadapi hidup ini. Banyak sekali. Kata-kata beliau yang aku ingat; “man sâra ila darbi washala”. Kurang lebih pengertiannya, barang siapa yang memiliki keyakinan sampai kepada sebuah titik tujuan, maka ia akan mencapainya.

Ketika mendengar petuah tersebut, barang kali aku hanya bisa merekamnya dalam ingatanku. Tanpa ingin lebih mengetahui makna yang terkandung dalam kata-kata tersebut lebih dalam.

Kata-kata beliau tersebut hampir persis dengan kejadian yang aku alami 9 tahun yang lalu, tahun 1999. Ketika aku masih duduk di bangku kelas 1 SMP. Waktu itu setelah penerimaan rapor catur wulan 1, sekolahan kami mengadakan kemah bakti di desa Karanglo Tawangmangu yang letaknya sangat jauh dari kota kami.

Segala macam perlengkapan sudah kami persiapkan jauh-jauh sebelum hari-H. Dari perlengkapan pribadi masing-masing, hingga perabot ringan dapur, sampai dengan hal-hal kecil semisal senter, korek api,dll. Semoga ini memang merupakan bakti kami untuk desa yang akan kita jadikan tempat berkemah.

Selepas penerimaan rapor, seluruh siswa dikumpulkan di lapangan untuk mendapatkan pengarahan persiapan keberangkatan. Setelah selesai, mereka bubar ke kelas masing-masing sambil menunggu bus jemputan. 2 jam, kami mencoba menunggu bus yang tak kunjung datang. Bosan kami terus lama menanti. “Duh, sudah adzan Dhuhur kok busnya belum nongol juga, ya!” gumamku. Kemudian aku dan salah satu teman, Fauzan namanya, berinisiatif untuk menjalankan sholat dhuhur di masjid. Tanpa menghiraukan himbauan dari teman-teman yang lain, aku dan Fauzan segera bergegas menuju masjid.

Setibanya aku di sekolah, orang-orang telah lenyap. Barang kali bus-bus jemputan telah datang. Duh, terlambat deh guwe. Kenapa juga tadi tidak menghiraukan saran dari teman-teman untuk sabar menunggu. Hanya selisih beberapa menit, semua bayanganku tentang apa yang akan aku lakukan diperkemahan tiba-tiba menghilang. Badanku lemas. Rasanya aku harus segera pulang untuk membaringkan badan.

Di sekolah hanya tinggal seorang tukang kebun. Aku mencoba menanyakan perihal lokasi perkemahan. Barang kali aku bisa menyusulnya. Sama sekali tidak ada gambaran dalam otak ini dimana lokasi desa Karanglo Tawangmangu. Sungguh sama sekali aku belum pernah kesana. Dengan berbekal petunjuk untuk naik bus jurusan Solo-Tawangmangu, aku mencoba untuk nekat berangkat menyusul.

Sunggung nekat. Tapi tak mengapa lah. Seorang bijak mengatakan; “idza shaduqal ‘azmu wadhaha sabilu”, yaitu apabila keyakinan telah menetap dalam hati ini, maka jalan akan terbuka. Walau waktu itu aku belum tahu pepatah semacam itu. Yang aku tahu hanyalah nekat dan nekat.

Barang kali di umurku yang ke-13, Allah hendak mengujiku dengan tantangan ini. Apakah aku hanya sebagai pecundang yang tak punya nyali untuk menjalani hidup ini atau justru sebagai seorang pejantan tangguh (kata sheila on 7).

Setelah sekian lama menunggu bus yang yang tak kunjung datang, akupun mulai gelisah dan mencoba untuk mengurungkan niatku menyusul ke lokasi perkemahan. Namun, takdir barang kali hendak berbicara lain. Tak lama setelah itu datanglah bus yang kami tunggu-tunggu. Dengan bekal biaya secukupnya kamipun segera meluncur ke kota Tawangmangu. Sejuta bayangan dan harapan tersimpan dalam benak kami. Saya pasti bisa menyusul teman-teman. Dan saya pasti sampai pada tujuan.

Dua jam kemudian kami memasuki kawasan kota Karanganyar. Sawah-sawah begitu luas terbentang. Dengan teliti aku perhatikan jalan yang aku lalui. Tiba-tiba bus yang kami tumpangi berhenti sejenak. Ternyata di depan ada bus yang menghantam pohon. Lumayan parah rusaknya. Namun para penumpang bus tersebut telah dievakuasi. Setelaj aku perhatikan dengan seksama, itu merupakan bus yang mengankut teman-teman kami pada gelombang pertama. Syukur, tak ada yang luka parah. Beberapa menit kemudian aku sampai juga sampai tujuan.