Monday, November 26, 2007

Masisir Kurang Menulis

Manusia terlahir ke dunia ini dengan begitu banyaknya kelebihan yang dimiliki. Ia dianugerahi cipta, rasa, dan karsa. Dan dalam mengekspresikan ketiga hal tersebut, manusia memilki sebuah kecakapan, yaitu menulis. Budaya tulis menulis merupakan bagian aktivitas yang takterpisahkan dari makhluk yang berakal ini. Sejak zaman dahulu orang mulai menulis. Ide-ide serta memori yang ada dalam otak, mereka coba terjemahkan dalam bahasa tulisan. Muncul sebuah anggapan bahwasanya tinggi rendahnya sebuah peradaban dilihat dari seberapa kecakapan penduduk tersebut dalam menulis.

Menulis merupakan suatu hal yang tidak mudah. Tidak sembarangan orang bisa melakukan aktivitas tersebut. Buktinya, berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2005, lebih dari 15 Juta penduduk Indonesia masih berada dalam hantuan buta huruf. Dengan data tersebut tentunya akan kita temui lebih banyak lagi prosentase penduduk yang buta dalam tulis menulis. Prosentase buta tulis tentunya akan lebih besar dari buta aksara/ buta huruf. Bisa jadi mencapai hingga sekitar 30 Juta-an penduduk. Sungguh sangat menakutkan.

Krisis buta tulis bukan hanya sindrom yang melanda negeri kita saja, hampir seluruh negara di dunia mengalami problem yang sama. Namun hal tersebut tentunya tidap perlu kita dramatisir terlalu dalam. Riset akhir-akhir ini mengatakan bahwa tingkat buta baca dan tulis semakin berkurang dari tahun ke tahun dengan program pendidikan yang telah digalakkan masing-masing negara. Pernyataan tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Dr. Stephen D. Krashen, Doktor jebolan Universitas California bidang linguistik dalam bukunya yang berjudul “Benarkah Ada Krisis Melek Huruf”?

Krisis tersebut begitu dasyatnya hingga sampai ke tengah-tengah Masisir. Barang kali terlalu radikal kalau dibilang buta huruf atau tulis. Lebih tepatnya kurang cakap dalam menulis. Masisir yang mayoritasnya merupakan mahasiswa, tentunya menjadi garda depan dalam pemberantasan krisis tersebut. Namun, hal ini disayangkan banyak kalangan. Sehingga beberapa tahun yang lalu muncul statement bahwasanya mahasiswa jebolan universitas-universitas di timur tengah lemah dalam metodologi penulisan dan riset. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan tingginya prosentase ketidak naikan mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar. Berdasarkan statistik pendidikan yang dibuat ATDIKBUD Mesir tahun 2005, lebih dari 40% mahasiswa tidak berhasil dalam ujiannya. Sungguh jumlah yang sangat fantastis.

Mencermati fenomena di atas, banyak kalangan yang menyatakan tentang penyebab tingginya ketidak lulusan tersebut, diantaranya yaitu, kurang cakapnya mereka dalam menulis. Kurang cakap dalam artian,

1. Kurang memenuhi standar penulisan yang benar, sehingga sang pengoreksi akan merasa kebingungan dengan tulisan yang dibuat berbunyi seperti apa.
2. Kurang mampu dalam menerjemahkan semua ide-ide serta gagasan yang ada dalam otaknya kedalam sebuah tulisan. Atau bisa dikatakan tulisan belum bisa memahamkan sang pembaca dengan struktur penulisan yang tidak jelas. Barang kali ini yang kerap dirasakan masisir.

Ada juga yang secara radikal mengatakan, semua ini dikarenakan sistem pengajaran di universitas yang kurang menekankan pada kemampuan menulis. Mahasiswa kurang dituntut untuk mengembangkan skill menulis mereka dalam kuliah. Masih jarang ditemukan tugas-tugas menulis yang diberikan kepada mahasiswa. Berbeda dengan perkuliahan yang ada di Indonesia, hampir setiap pekan mahasiswa dituntut untuk membuat paper/ makalah. Begitu ujar salah seorang mahasiwa di Universitas yang bersangkutan.

Terlepas dari sistem atau bukan penyebab dari semua ini, yang jelas ini merupakan permasalahan bersama yang perlu dibahas. Kesalahan tentunya kembali kepada pribadi masing-masing. Mereka yang tidak melatih dirilah yang salah. Bukan dengan mengkambing hitamkan yang lain.

Merespon problematika diatas, tentunya diperlukan sebuah upaya untuk menyelesaikannya. Dan Masisirpun ternyata tidak tinggal diam. Seminar-seminar serta pelatihan menulis mulai banyak digalakkan. Klub belajar dan berlatih menulis mulai bermunculan. Ini merupakan bukti nyata dari mulai berkembangnya pengembangan kreatifitisas dalam menulis.

Dan yang tak kalah menariknya lagi, berbagai macam buletin, majalah, selebaran, dan media cetak lain semakin menjamur dimana-mana. Zaman dahulu mungkin buletin Terobosanlah, satu-satunya media Masisir untuk mengembangkan bakat menulis Masisir. Sekarang telah menjamur memenuhi hampir seluruh sisi Masisir. Bahkan bisa dikatakan setiap organisasi memiliki minimal satu media. Ada yang bertujuan menyalurkan bakat anggota, ada juga yang sekedar menunjukkan eksistensi organisasi tersebut, atau hanya sekedar untuk gengsi.

Selain dari beberapa hal diatas, ternyata beberapa kalangan Masisir memiliki inisiatif tersendiri untuk menampung bakat menulis mereka. Dalam hal ini media blog yang banyak menjadi alternatif. Ada lebih dari 100 blogger ikut meramaikan alam maya ini. Media yang satu ini memang cukup elegan, sehingga banyak diminati masisir.

Media blog saat ini banyak sekali digemari oleh banyak kalangan. Bahkan pemerintahpun tak ketinggalan ikut memberikan dukungan terhadap media tersebut. Pada tanggal 27 Oktober 2007 yang lalu, Muhammad Nuh, Menteri Komunikasi dan Informatika, meresmikan momentum tersebut sebagai hari blogger nasional.

Masisir saat ini dirasa telah banyak berbenah diri dalam hal tulis menulis. Terbukti dengan banyak usaha yang telah dilakukan seperti diatas. Namun dibalik semua itu, ternyata banyak sisi-sisi yang kurang mendapatkan perhatian. Diantaranya dalam bidang akademik prestasi dan soal pendidikan usia dini. Semoga kedepan hal ini akan lebih dipertimbangkan lagi. Buat teman-teman Misykatian, semoga tetap semangat dalam mengembangkan diri dalam tulis menulis. (M. Fuad Al Amin)


No comments: