Monday, April 28, 2008

Memoar Dakwah 2 "Malu, Harga Mati Bagi Yang Tidak Siap"

Kejadiannya, sekitar 4 tahun lalu. Aku lupa tepatnya kapan. Terlalu sulit untuk mengingatnya. Setiap pekan, Bapak selalu menyampaikan pengajian tafsir di Mesjid di desa. Nama masjidnya lumayan unik,.. tidak ada embel seperti masjid lain (ar-Rahman / al-Mustaqim atau al- yang lain). Nama masjidnya Masjid Besar Purwohutaman Kartasura. Letaknya sangat strategis. Tepatnya dipersimpangan menuju Solo, Semarang dan Jogja. Maka tak heran jika banyak Jama’ah yang datang.

Ahad Malam, seperti biasa Bapak bertugas mengisi pengajian tafsir. Waktu itu entah aku lupa Bapak ada tugas kemana. Yang jelas beliau tidak dapat hadir seketika itu. Beliau telah meminta izin ke pihak takmir masjid untuk meliburkan pengajian tafsir.

Setelah sholat Isya’ para jama’ah telah berkumpul diserambi masjid untuk mendengarkan ceramah dari Bapak. Nampaknya mereka belum tahu kalau Bapak tidak dapat hadir saat ini. Kemudian pihak takmir masjid menyampaikan seputar ketidakhadiran Bapak untuk mengisi pengajian. Tiba-tiba ada seorang jama’ah yang berkata; “mbok putrane pak Rosyid ingkang ganti maos” (mereka memintaku untuk menggatikan Bapak menyampaikan pengajian tafsir). Waduh, sama sekali aku tidak persiapan materi. Apa yang musti aku sampaikan kepada mereka? Aku takut justru akan terjadi pengulangan. Pasalnya, rata-rata jama’ah disitu merupakan para alim, walau banyak juga yang masih awam. Bahkan ada beberapa guru diniyahku yang disitu. Uhh, malunya kalau ntar dibantai sama mereka.

Aku nekat maju menggantikan Bapak menyampaikan pengajian tafsir. Gak pa2 lah, buat latihan! Materi yang aku ambil tentang tafsir surat al-Insyirah. Banyak materi-materi baru yang jam’ah tidak ketahui. Tentang kata yang terulang dalam satu konteks pembicaraan dengan bentuk yang berbeda. Yang satu isim makrifat dan yang lain isim nakirah. Segera aku dihujani pertanyaan. Dengan hati-hati aku coba memaparkan jawabanku satu persatu. Ada satu pertanyaan yang tertinggal. Dan aku memang tak tahu jawabannya. Tentang munasabah surat ini dengan surat sebelumnya. Sangat mudah sekali memang pertanyaannya. Namun karena waktu itu aku memang tak mampu menjawabnya. Dengan berat hati aku mengatakan tak tau. Uh,.. betapa malunya aku waktu itu. Namun, tak mengapa. Memang perlu persiapan dalam menyampaikan materi.

No comments: